Skip to main content

Perjalan Hidup

KISAH ANAK RANTAU


Anak Rantau Berbakti Kepada Orang Tua


Hidup di negeri rantau memang tak semudah yang dibayangkan. Terpisah dengan keluarga terutama ayah dan bunda bukan suatu yang menyenangkan. Namun, tujuan merantau tiada lain dan tiada bukan adalah untuk membuat mereka bahagia demi berbakti kepada keduanya. Apapun tujuannya, entah untuk bekerja atau untuk menuntut ilmu. Semua tak terlepas dari keinginan untuk membahagiakan mereka, terlebih pada saat mereka masih mengirimi kas bulanan kepada anak tercinta. Adakah keinginan mengecewakan mereka di negeri rantau?
Semua orang tua menginginkan agar anak-anak mereka menjadi anak yang sholih dan sholihah serta bermanfaat bagi orang-orang disekitarya. Mereka menginginkan sebuah perubahan pada prilaku, tidak lagi menjadi seorang anak kecil yang hanya tahu dengan dunia bermain. Tapi, menjadi seorang yang lebih dewasa dalam bertindak maupun berpikir.
Seseorang dapat dikatakan dewasa, apabila dia mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk, antara yang benar dan yang salah. Tapi, itu semua tak cukup menjadi penilaian seseorang dikatakan dewasa. Dia dewasa ketika mampu menjadikan dirinya teladan bagi orang-orang disekitarnya dengan berbagai akhlak terpuji yang menghiasi pribadi. Salah satu akhlaq terpuji tersebut adalah berbakti kepada orang tua.
Bagi seorang perantau, berbakti kepada orang tua tak semudah seorang yang tinggal bersama kedua orang tuanya. Jika orang yang tinggal bersama kedua orang tuanya, setiap saat dan kapanpun dia mampu berbakti kepada keduanya dengan cara berbuat baik langsung kepada mereka. Namun, bagi para perantau, apakah bisa berbuat baik langsung kepada mereka? Padahal, terpisahkan oleh jarak dan tempat yang berbeda?
Inilah salah satu cara termudah untuk berbakti kepada mereka walaupun di negeri rantau. Cara tersebut yakni dengan selalu menyempatkan diri menghubungi mereka walaupun hanya sebentar. Ditengah-tengah kesibukan anak rantau sekiranya masih mampu meluangkan waktu beberapa menit untuk bisa menghubungi ayah dan bunda.
Zaman sekarang teknologi telah mempermudah manusia. Inilah salah satu kebaikan dari teknologi yang bisa dimanfaatkan oleh setiap insan. Dengan menggunakan handphone dimanapun dan kapanpun berada mampu menghubungkan komunikasi diantara dua orang atau lebih tanpa harus bertatap muka.
Hubungilah mereka walaupun hanya dengan sebaris kata lewat pesan singkat. Beritahukan kabar dan tanyakan kabar mereka. Semoga saja kita yang bertanya dan mereka yang menjawab selalu berada dalam lindungan-Nya dan diberikan kesehatan sehingga akan merasakan kebahagiaan kembali pada saat berjumpa.
Alangkah lebih baik lagi, jika kita merelakan sedikit pulsa yang dimiliki untuk menelpon baik ayah atuapun bunda. Setidaknya, memberitahukan  bahwa  kita sedang dalam kondisi sehat dan baik-baik saja. Lewat telpon, kita bisa mendengarkan kembali suara beliau (ayah atau bunda) yang sudah mulai menua dimakan oleh perputaran waktu.
Mereka hanya ingin mengetahui keadaan kita ketika berada di rantau orang. Ayah dan bunda setiap hari bertanya-tanya, apakah anakku sehat dan baik-baik saja disana?
Dengan menghubungi mereka adalah jawaban yang diharapkan yang terlontar langsung dari anak tercinta.  Jawaban dari kegelisahan dan kegundahan mereka terhadap anak yang telah dididik hingga dewasa yang kini berada jauh dari kampung halaman.
Secara tidak langsung hati mereka berkata-kata.
“Nak, hubungilah kami walau sebentar”
Terkadang, kita sebagai anak yang hidup di negeri rantau, terlena dengan berbagai aktivitas. Sehingga,melupakan orang yang dari kejauhan selalu memikirkan dan mendoakan agar senantiasa berada di dalam lindungan dan nuangan-Nya.
Masihkah kita tak mau berbakti kepada mereka? Walaupun raga ini telah terpisahkan oleh lautan dan pulau-pulau. Tak sadarkah selama ini untaian doa-doa terucap di bibir seorang yang sejak kita lahir hingga sekarang tak pernah meminta sepeser pun untuk mengganti biaya yang telah habis mereka gunakan?
Tak ada alasan untuk tetap berbakti kepada keduanya. Begitu besar pengorbanan dan susah payah mereka membesarkan anak yang kini tidak berada di dekat keduanya.
Apalah yang mereka inginkan disisa-sisa umur yang semakin hari semakin mendekati pada ujung dari kehidupan? Akankah kita berbakti setelah mereka tiada?
Getaran suara yang kita berikan lewat sinyal telpon yang ditangkap oleh telinga mereka, itulah yang diinginkan. Mereka ingin tetap mendengar suara kita walaupun tak bisa menatap langsung dengan sang buah hati.
Kita rela pulsa di handphone habis terbuang hanya untuk mengirimkan pesan kepada orang-orang yang tidak berpengaruh penting terhadap kehidupan atau kita pun mampu membuang pulsa beberapa ribu hanya untuk digunakan menelpon sesama teman. Tapi, mengapa kita tak rela menghabiskan pulsa walau hanya dengan mengirimkan pesan singkat kepada kedua orang tua?
Berbakti tak mengenal tempat dan waktu. Dimanapun dan kapanpun selagi diri ini masih mampu menghirup dan menghembuskan nafas maka bakti kepada orang tua tak akan pernah terlepaskan pada diri seorang insan.
Sampai kapanpun seorang anak tak akan mampu membalas secara penuh segala hal yang telah diberikan oleh orang tua kepada dirinya. Setidaknya, lewat berbakti kepada mereka adalah salah satu jalan untuk membalas kebaikan, pengorbanan dan jerih payah yang mereka berikan kepada kita walaupun hanya sebagian kecil.
Hubungilah mereka selagi kita masih bisa menghubungi mereka. Apa yang bisa diperbuat oleh diri ini jika mereka telah pergi untuk selamanya? Tak sadarkah kita selama ini bahwa mereka menantikan kabar dari jauh walau hanya lewat suara atau kata-kata yang tertulis di dalam pesan singkat?
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” (QS Luqman : 14)

Comments

Popular posts from this blog

Masa masa Smk

SMK 'Masa di mana aku masih mengenakan seragam putih abu-abu yang bau matahari. Masa yang tak pernah bisa dengan mudah aku lupa, tempatku bersua dengan para sahabat yang sekarang sudah menjalani hidupnya sendiri-sendiri. Masa di mana aku mulai mengenal cinta, yang kujalani dengan malu-malu namun tak kurang tulusnya. Dan satu hal yang selalu lekat di dalam lingkar kepala, gedung sekolah – tempat segala sudutnya menyimpan ragam cerita. Ah, andai saja aku bisa sekali lagi mencecap masa itu. Hati ini sudah benar-benar rindu. Halo, gedung sekolahku. Apa kabarmu? Dalam pikiranku ada kenangan yang bersenyawa dengan rindu gedung Smk via majalahouch.com Masihkah kamu berdiri gagah, menyambut hujan dan terik matahari dengan tak peduli? Atau justru cat biru tuamu luntur terkelupas, perlahan-lahan, namun pasti? Advertisement Dan masih adakah corat-coret hasil karya murid jahil yang ada di belakang badanmu? Maklumi saja tingkah mereka, itu hanya untuk sementara. Mereka hanya ingin se...

Islam Tanpa Pacaran

Menikah Tanpa Pacaran dalam Islam Menikah tanpa pacaran? Kok bisa? Sepertinya begitulah yang akan ditanyakan sebagian besar anak muda masa kini apabila mendengar ada pasangan yang menikah tanpa melewati proses pacaran terlebih dulu. Bagi kebanyakan orang, istilah pacaran setelah menikah adalah hal yang sulit dibayangkan. Mana mungkin menikah dengan orang yang tidak berpacaran dengan kita, yang berarti tidak kita kenal dengan baik, apalagi kenal dekat. Bahkan bertemu saja mungkin belum pernah sama sekali. Lalu, apakah orang yang berpacaran lebih dulu sebelum menikah mempunyai jaminan bahwa rumah tangganya akan berjalan dengan baik? Jelas, belum tentu. Banyak faktor yang terlibat dalam suatu rumah tangga, jadi bahkan orang yang berpacaran sebelumnya pun bisa menemui masalah ketika memasuki gerbang pernikahan. Banyak juga kasus pasangan yang bercerai padahal sebelumnya sudah berpacaran selama bertahun – tahun.Banyak orang yang tidak mau mengambil resiko untuk menikah tanpa mengen...

Takdirku Ada pada-Mu

Takdirku Ada Pada-Mu              Takdir setiap manusia ada di tangan sang pencipta. Kaya, miskin, sederhana, kesehatan, bahkan umur pun siapa yang tahu kapan datangnya. Semua hal itu hanya diketahui oleh yang Maha Kuasa.           Seperti yang akan saya tuturkan dalam cerita kehidupan seorang wanita yang sangat tegar dalam menghadapi kenyataan pahit yang datang silih berganti menghampirinya.           Di suatu perumahan elit, tinggallah suatu keluarga kecil,  yaitu keluarga Pak Hartono. Pak Hartono bekerja sebagai pegawai perusahaan swasta bonafid yang punya posisi strategis, manajer keuangan. Beliau memiliki lima orang anak, dua orang anak laki-laki dan tiga orang anak perempuan. Yang pertama bernama Rena, kemudian Tenri, Anne, Aril, dan Anca. Dan seorang istri yang soleha yaitu ibu Rahma.      ...